Masih Perlukah Wanita Belajar Memasak?
Sebuah
pekerjaan rumah tangga yang kini mulai ditinggalkan wanita modern.
Hasan mengernyitkan kening ketika menyantap nasi goreng
buatan Rahmi, istri barunya. Di bibirnya tersungging sebuah senyum tipis,
sementara Rahmi memandang suaminya penuh rasa cemas. Benar dugaannya, hingga
kali ketiga ia memasakkan nasi goreng untuk suaminya ternyata belum juga bisa
terasa pas di lidah.
"Enak...," hibur suaminya sambil meneruskan,
"Cuma terlalu asin." Rahmi tersenyum kecut menahan malu. Setelah
hampir sebulan lalu keduanya menikah, baru tak lebih dari dua pekan mereka
menempati rumah kontrakannya. Sejak saat itu Rahmi memang harus memasak,
mencuci, dan menyeterika sendiri. Pekerjaan-pekerjaan yang tak pernah ia sentuh
ketika masih gadis. Ibunya tak pernah mengajarkan pekerjaan-pekerjaan semacam
itu kepadanya, dan semasa kuliah pun habis waktunya untuk belajar melulu.
Beruntung, Hasan termasuk suami yang mau mengerti latar
belakang kehidupan istrinya, hingga selanjutnya justru Hasanlah yang mengajari
Rahmi berbagai resep masakan.
Di era globalisasi ini, semakin banyak gadis yang senasib
seperti Rahmi. Sekolah tinihkan, te
Jika dilihat dari kesibukan jadwal kuliah dan materi
pelajaran yang ekstra berat, kita mungkin bisa memahami mengapa gadis-gadis
pandai itu begitu giat belajar hingga melalaikan pekerjaan-pekerjaan teknis.
Dianggapnya pekerjaan-pekerjan itu hanya membuang waktu, buang tenaga, tidak
bermanfaat, dan terlalu remeh dibandingkan tugas belajar yang berat. Benarkah
pendapat itu?
tapi
gadis penghuni kamar itu tetap asyik berkutat dengan buku-buku pelajaran dan
komputernya.
Jika dilihat dari kesibukan jadwal kuliah dan materi
pelajaran yang ekstra berat, kita mungkin bisa memahami mengapa gadis-gadis
pandai itu begitu giat belajar hingga melalaikan pekerjaan-pekerjaan teknis.
Dianggapnya pekerjaan-pekerjan itu hanya membuang waktu, buang tenaga, tidak
bermanfaat, dan terlalu remeh dibandingkan tugas belajar yang berat. Benarkah
pendapat itu?
ggi, pandai, mandiri, tetapi tak bisa memasak, tak
suka mencuci ataupun menyapu halaman. Kamarnya penuh buku diktat berantakan,
debu di rak buku dan jendela sudah berminggu-minggu belum dibersihkan, tetapi
gadis penghuni kamar itu tetap asyik berkutat dengan buku-buku pelajaran dan
komputernya.
Jika dilihat dari kesibukan jadwal kuliah dan materi
pelajaran yang ekstra berat, kita mungkin bisa memahami mengapa gadis-gadis
pandai itu begitu giat belajar hingga melalaikan pekerjaan-pekerjaan teknis.
Dianggapnya pekerjaan-pekerjan itu hanya membuang waktu, buang tenaga, tidak
bermanfaat, dan terlalu remeh dibandingkan tugas belajar yang berat. Benarkah
pendapat itu?
Tentu saja salah besar. Setiap pekerjaan, seremeh apapun,
pasti ada manfaatnya. Khusus untuk pekerjaan-pekerjaan kecil dalam rumah tangga
seperti ini, sebenarnya memiliki manfaat cukup besar pula bagi kaum hawa. Apa
saja manfaatnya, akan kita bahas berikut ini.
Bukan
Pekerjaan Remeh
Pekerjaan memasak, misalnya, akan menajamkan perasaan
seseorang. Kepandaian merajang bawang merah dengan sama tipis, sama sekali
bukan hal yang mudah. Memperkirakan minyak agar tidak terlalu panas sehingga
kerupuk bisa mekar dengan baik sempurna, kuningnya pas, dan tidak terlalu
coklat pun butuh kepekaan perasaan. Belum lagi persoalan penataan hidangan di
meja makan, bagaimana bisa nampak lebih menarik untuk disantap, semuanya butuh
kelembutan perasaan dan ketrampilan motorik halus jari-jari tangan.
Mencuci, sekilas nampak seperti pekerjaan kasar semata.
Ternyata di sana tetap dibutuhkan juga latihan kesabaran. Kaos kaki dekil,
hanya bisa dibersihkan dengan menguceknya kuat-kuat berkali-kali. Bagian dalam
kerah baju dan saku, perlu gosokan pelan namun teliti karena debunya
tersembunyi di bagian yang sulit dikucek. Belum lagi saat menjemurnya. Jika
asal-asalan merentangkan jemuran, ketika kering baju menjadi kusut. Tetapi jika
dijemur dengan rapi, hati-hati, diluruskan serat-serat kainnya, maka baju akan
lebih terawat rapi, tak mudah kusut maupun molor.
Begitu juga dengan meyeterika, membutuhkan latihan
kesabaran yang tak ringan. Untuk bisa menyeterika kerah baju, bahu yang letaknya
menyudut, lipatan-lipatan rok yang harus ditata satu demi satu, semuanya tak
bisa dikerjakan dengan kasar dan sembarangan dan membutuhkan ketrampilan
motorik halus jari-jari tangan pula.
Bagaimana dengan membersihkan kamar, menata buku, atau
memasang vas bunga di meja, apakah semuanya pekerjaan remeh? Sama sekali tidak,
karena semua ini akan mempertajam kepekaan para gadis terhadap kebersihan dan
keindahan rumahnya kelak. Jika terbiasa dengan kamar seperti kapal pecah,
lantas siapa yang nantinya berinisiatif memperindah rumahnya kelak? Padahal
merawat bunga dalam pot bukan hal yang ringan. Membersihkan debu di sela-sela
susunan buku, di sudut-sudut jendela pun butuh ketelatenan. Apakah harus suami
yang mengerjakannya? Atau menggantungkan kepada pembantu? Ada pembantu pun tak
akan berguna, jika majikannya tak peka terhadap kebersihan dan keindahan rumah.
Persiapkan
Gadis-gadis Kita
Walaupun kita merasa sebagai orang modern, jangan
sekali-sekali merasa tak perlu mengajarkan ketrampilan-ketrampilan rumah tangga
kepada gadis-gadis kita. Apapun kesibukan mereka, latihlah gadis-gadis itu
untuk bisa (walau tak harus pandai) memasak, menjahit, mencuci maupun
menyeterika. Seperti yang sudah kita bahas, pekerjaan-pekerjaan tersebut turut
berperan dalam membentuk karakter feminin dalam kepribadian mereka.
Jika gadis-gadis trampil melakukan pekerjaan-pekerjaan
tersebut, kepekaan perasaan bisa tetap terjaga, juga kepekaan terhadap
kebersihan lingkungan dan tumbuhlah pula cita rasa keindahannya. Kelembutan tangan
dan kelincahan motorik halus jari-jari tangan mereka pun tetap terjaga. Dan
pada akhirnya, semua itu akan membantu menghaluskan kejiwaan mereka,
menumbuhkan kesabaran dan ketelatenannya.
Kepribadian yang halus dan lembut seperti ini akan
menyeimbangkan kemandirian, kepandaian dan kemampuan rasio yang mereka dapatkan
dari sekolah-sekolah formal yang ada.
Di jaman kehidupan Rasulullah, gadis-gadis telah
mendapatkan pelajaran mengenai kehidupan berkeluarga sebelum mereka baligh.
Sehingga ketika datang saat baligh, mereka telah dewasa dan siap untuk
menjalani hidup pernikahan. Apakah terlalu muda? Tidak, karena kepribadian
mereka telah cukup matang. Jauh berbeda dengan kepribadian gadis-gadis usia
baligh sekarang, yang justru sedang berada dalam masa kritis sebagai remaja
yang sedang mencari jati diri. Ini semua gara-gara para orang tua lalai untuk
mendewasakan gadis-gadis mereka sebelum baligh.
Karena keadaan memang sudah berbeda, kita pun tak bisa
melawan arus dengan mudah. Anak-anak gadis kita tetap harus mengikuti pola
perkembangan masyarakat kita, tetapi jangan sekali-sekali lupa untuk tidak
memberikan kebutuhan pendidikan kepribadian yang paling mereka butuhkan untuk
masa-masa berkeluarganya kelak. Bukankah suami akan lebih sayang jika istri yang
memasakkan makanan untuknya?
“dan
bekerjalah kamu, maka Allah dan RosulNya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu dan kamu akan dikembalikan kepada (ALlah) yang maha mengetahui yang
ghoib dan yang nyata”
0 Response to "Masih Perlukah Wanita Belajar Memasak?"
Posting Komentar